Minggu, 06 Januari 2013

SELENDANG MALAM


 By Sulastri Khaer
Rembulan malam adalah teman kala kesunyian datang menghampiri, beribu bintang ikut serentak meramaikan kegelapan atap bumi di atas sana. Cerita malam ikut memberikan warna, larut bersama gemerlap kerlip kehidupan malam di tengah kota. Tinggi semampai, rambut hitam bergelombang terjuntai panjang hingga ke punggung, berdendang dengan gesitnya di tengah irama malam yang semakin memanas.
Gadis itu kini sudah bersama pagi yang terlampau cepat menjemputnya, bibir merah ranumnya masih membara, mata sayunya masih terlihat indah dengan hiasan mata memikat, jalannya kini sempoyongan masih terasa arak manis di tenggorokannya, berjalan gontai sambil menjinjing sepatu di tangan kanannya. Kini arah langkahnya sudah memasuki lorong dari sebuah gang kecil, semua mata kini mulai menikmati kehadirannya para ibu-ibu melihatnya dengan tatapan merendahkan sedangkan para pria hidung belang kini ikut menikmati keindahan lekuk tubuh Pricylia yang hanya terbalut kain tipis hingga pangkal paha atas dan balutan kain tipis yang hanya menutupi stengah dadanya.
Dengan sisa tenaga yang masih ada Pricylia menarik gagang pintu kos-kosannya seketika pintu terbuka Pricylia langsung masuk dan merebahkan diri di atas sebuah dipan kayu berukuran sedang, tak ada yang menarik dari istana kecilnya itu, sebuah kamar yang berukuran kecil yang memiliki sebuah dipan untuk tidur serta lemari kecil sebagai penyimpanan baju, sebuah meja dan cermin untuk berhias.
            Setahun yang lalu Pricylia datang merantau ke Jakarta mencari kehidupan yang lebih layak, sebagai anak sulung dari tiga bersaudara Pricylia memiliki tanggung jawab besar untuk membantu masalah ekonomi keluarga. Hanya modal nekat yang dimilikinya dan semangat membara untuk membahagiakan keluarga, Pricylia tak ingin kedua adiknya ikut putus sekolah sepertinya. Lambaian tangan dan iringan doa dari Abah dan Uminya adalah salam terakhir yang mengirimnya ke kota.
            Aminah adalah nama pemberian Umi dan Abah namun kini Aminah seperti menghilang bersama setiap tetesan bening di kedua pipi mudanya dan berganti menjadi Pricilya. Minggu pagi Aminah tiba di jakarta bermodalkan uang pemberian Abah dan Umi, Aminah terus berjalan mengikuti arah langkah kaki membawanya, tak ada satu pun kenalan yang bisa dikunjungi, Aminah hanya mengikuti saran Abah agar jangan terlalu percaya sama orang yang baru dikenal.
            Seminggu di kota besar masih terlalu dini buat gadis 17 tahun sepertinya, namun kini Aminah tak perlu kepanasan dan kehujanan lagi di kota orang, Aminah berhasil menemukan kamar kos berukuran kecil untuknya dengan biaya yang tidak terlalu mahal lagian ibu kosnya juga terbilang baik dan ramah.
            Semuanya terasa berjalan dengan baik kini Aminah sudah bekerja sebagai baby sister disebuah keluarga yang terbilang kaya, pekerjaan itu dia dapatkan berkat ibu kosnya yang mau mengenalkannya dengan ibu Maryam yang berprofesi dibidang pelayanan pembantu rumah tangga.
            Hari berganti hari semuanya masih tetap sama, semua kendala mampu dihadapinya, sudah tiga bulan ini Aminah mengirimkan separuh uang gajinya untuk Umi dan Abah. Namun tahukah kamu jalan terjal akan selalu datang tak ada kenyataan yang setenang air di kolam namun hidup bagaikan perantauan di tengah laut.
            Semuanya berawal dari sore itu saat senja ingin kembali menghampiri dan mentari akan segera pamit. Pak Wijaya baru saja pulang dari kantor sedangkan Bu Wijaya sedang keluar kota bersama kedua anaknya, Aminah sengaja tidak ikut karena sedang tidak enak badan jadi Mbo’ Win dan seorang supir saja yang menemani istri majikannya itu keluar kota.
            Malapetaka tidak akan datang dengan cara diundang melainkan akan datang seperti malaikat pencabut nyawa jika disuruh memilih mungkin Aminah akan lebih memilih jika nyawanya saja yang lenyap. Senja waktu itu telah merenggut semua apa yang dimilikinya dan kini bulan segera berlalu benih Pak Wijaya sudah berkembang dalam rahim mudanya.
            Jiwa mudanya masih terlampau belia untuk berpikir jernih dalam mengambil keputusan, tak ada pilihan lain selain melaporkan Pak Wijaya ke kantor polisi.  Hanya jalan ini yang masih tersisa, Aminah sudah berkali-kali memberitahukan hal ini kepada Pak Wijaya namun Pak Wijaya malah mengancamnya apa lagi jika kebusukan pria itu diketahui istrinya.
            Kini semuanya sudah berlalu, bukannya Pak Wijaya ditangkap oleh polisi malah dirinya yang terkurung bersama benih dalam janinnya, tak ada yang membelanya keluarga Pak Wijaya malah menganggapnya pelacur jalanan yang memfitnah majikannya, seantero negeri seakan menertawainya, tak ada wajah ramah lagi yang dijumpainya dimana-mana hanya tatapan menjijikkan dan merendahkan yang didapatnya.
            “Pricyl...apa kamu masih tidur?” suara mendayu terdengar dari luar kamarnya, dengan sisa rasa kantuk Pricilya menarik gagang pintu. Seorang gadis muda hampir sebaya dengannya mendekat dan langsung masuk ke kamar.
            “Malam ini ada job menggiurkan, kamu mau ikut?” Gadis muda itu kini menyodorkan sebuah kartu nama yang kini sudah berganti ke tangan Pricilya.
            “Aku pasti ikut....” Pricilya kini menaruh kembali kartu nama itu ke atas meja di depannya, gadis muda di sampingnya kini malah tersenyum nakal. Adera nama gadis muda itu, sahabat yang ditemui Pricilya di dalam penjara, Adera juga yang menenangkannya ketika bayinya yang baru lahir di sebuah Rumah sakit hilang dicuri orang kejadian itu terjadi seminggu setelah Aminah keluar dari tahanan.
Adera tertangkap dalam razia di sebuah hotel ketika sedang berpesta menjual segala kenikmatan yang dimilikinya. Adera telah lama hidup di dunia kelam itu, sebuah dunia yang memiliki kehidupan malam yang menggiurkan bagi pria-pria berduit, Pricilya nama pemberian Adera yang telah merubah Aminah menjadi manusia lain. Meskipun semuanya telah berubah namun Aminah tetap mengirim uang kepada Abah dan Uminya dan kini kiriman tersebut berjumlah jauh lebih banyak, Aminah berdalih telah mempunyai pekerjaan yang bagus.
v   
Malam kembali menyapa Pricylia kembali menjadi primadona malam bersama dendangan suaranya yang memikat serta liukan badannya yang seakan meruntuhkan semua akal sehat para pria muda di sekelilingnya, mereka semua berdansa menikmati malam bersama para bidadari malam yang rela menjual semua kenikmatannya demi beberapa lembar dirham dunia.
Malam semakin larut pesta tak kunjung meninggalkan gelap, Pricylia terlampau mabuk dengan suasana pesta kepalanya benar-benar terasa berat, suara musik dan lampu sorot yang remang semakin membuat perutnya mual kali ini dia benar-benar ingin meninggalkan ruangan sesak itu.
“Aku mau ke toilet” Pricylia melepaskan pelukan hangat seorang pria muda di depannya yang kini langsung melonggarkan rangkulannya.
“Jangan lama-lama ya manis” Pria itu melepas Pricylia dengan kecupan hangat di pipinya, hanya seutas senyum yang terukir di bibir ranumnya.
Pricylia melangkah menjauh dari keramaian menyesakkan itu, semakin menjauh bahkan kini suara musik dan dendangan lagu itu sudah berganti dengan suara deru kendaraan. Perasaannya kini begitu kacau tangis dalam batinnya ingin segera tumpah, ada sesak yang begitu menyiksa dadanya bahkan hal ini sudah lama membuatnya susah untuk bernafas.
“Mau ikut denganku?” sedan hitam berhenti pas di sampingnya, kaca mobil tersebut tiba-tiba terbuka seorang pria muda duduk di jok belakang kemudi kira-kira berumur dua puluh tahunan matanya sipit kulitnya bahkan lebih putih darinya. Pricylia masih memandangnya tak berkedip. Pricylia baru tersadar ketika pria itu menggandengnya ke dalam mobil.
“Nama kamu siapa? Kau terlihat berantakan, apa kamu kabur dari pelangganmu?” Pria tersebut terus mengoceh dari belakang kemudinya, sedangkan Pricylia tetap duduk terdiam di samping pria itu.
“Ini rumahmu?” Pricylia menatap takjub ketika Pria tersebut kembali menggandeng lengannya ke dalam sebuah rumah mewah bahkan lebih mewah dari bayangannya. Pria tersebut tak menjawab hanya senyuman memikat yang dipamerkan. Langkah mereka berhenti di sebuah kamar berukuran besar dengan ranjang besar hiasan kamar itu begitu romantis bahkan aroma parfum menggoda menyambut mereka.
“malam ini kamu tamu kamar ini” Pria muda itu mendekat seakan ingin segera menikmati sepanjang malamnya kali ini dengan Pricylia. Namun dengan sigap Pricylia mendorong pria itu hingga tersungkur ke lantai. Tangisnya yang telah lama di pendam dalam lubuk hatinya yang beku kini benar-benar tumpah, entah udara dari mana yang membuatnya mampu menghembuskan sesak pahit dalam batinnya itu.
“Aku bukan binatang yang mampu kau pungut sembarang dari jalan lalu kau perlakukan seenaknya” suara lantang Pricylia mengaung di tengah isak tangisnya yang semakin menjadi. Pria tersebut bangkit dan segera duduk di atas ranjang senyum tipis tergambar dari sudut bibirnya.
“Namaku Efendi prahardian, aku mengenalmu lebih dari kamu mengenal dirimu sendiri” suara pria itu kini berubah menjadi serius tangis Pricylia yang awalnya begitu deras mengalir beransur berhenti menyisakan isak dan perasaan penuh tanda tanya dalam benaknya.
“Aku tidak tahu apa kamu masih mengenal Aminah atau tidak tapi yang jelas kini aku tak bisa menemukannya dalam dirimu” Pria itu menatap Pricylia dengan tatapan lurus yang ditatap malah semakin terdiam bahkan isak tangis pun tak terdengar pernyataan singkat itu seakan membuat denyut nadi Pricylia sejenak berhenti berdetak.
“Kamu siapa?” Suara lemah Pricylia mencoba memberontak dalam jiwanya yang beku. Senyum Fendi kembali tersungging membuat Pricylia semakin ingin mencekik pria tampan di depannya itu.
“Aku adik tiri dari keluarga tempat kamu bekerja sebelum kamu terjebak dalam kehidupan malam itu, aku yakin kau tidak akan pernah melupakan kejadian itu, waktu itu aku masih kuliah di Japan, sebulan setelah kejadian itu aku kembali ke indonesia dan kudapati kenyataan bahwa keluarga kakakku itu sedang berantakan suaminya kembali berulah dengan memperkosa baby sister barunya kali ini kakakku sendiri yang memergokinya. Yah semuanya berawal dari sana hingga aku mulai menyelidiki kasus suami kakakku itu sebagai bahan penelitian untuk tugas akhirku di kampus” panjang lebar Fendi menjelaskan secara rinci, kini isak tangis mulai kembali terdengar Pricylia menatap nanar pria muda di hadapannya itu.
“Bayimu...ada bersama denganku, untuk yang satu ini aku benar-benar minta maaf aku hanya ingin ikut menjaganya” Efendi kembali melambatkan suaranya.
“Lalu mengapa kamu baru datang sekarang setelah semuanya benar-benar hancur? Kamu sama bejatnya dengan mereka mengetahui kebenaran tapi tak berani memberitahukan dunia, sekarang kembalikan anakku atau kamu akau laporkan ke polisi” Pricylia kini lebih berapi-api dari sebelumnya.
“ Yah itu penyesalan buatku karena itu aku kini kembali, aku berharap ini belum terlambat” Fendi berdiri mendekati gadis muda di depannya.
“Sudahlah kamu tidak ada hubungannya dengan hidupku, sekarang kembalikan saja anakku” Pricylia segera berbalik dan mengambil langkah cepat menuju pintu kamar, tapi sebelumnya Fendi segera menahannya dalam pelukan.
“Aku yakin ini belum terlambat untuk kembali hidup seperti dirimu sendiri, aku tahu kau cukup menderita dengan hidup seperti ini” Fendi semakin menguatkan pelukannya hingga isak tangis Pricylia tak terdengar tenggelam bersama kehangatan jiwanya yang kembali.
v   

            Deru suara mesin sedan hitam berhenti tepat di depan sebuah rumah kecil, seorang pemuda tampan keluar dari mobil diikuti seorang gadis cantik juga keluar dari mobil kini semuanya telah kembali seperti sekitar dua tahun  yang lalu senyum hangat mulai memancar.
            “Mba’ Inah” seorang gadis belia menyambutnya dengan berlari memeluk Imah dengan erat. Semuanya benar-benar menjadi jauh lebih baik dan akan lebih baik lagi jika Abah dan Umi serta yang lainnya tak mengetahui kisah kelamnya itu cukup Imah dan suaminya yang tahu, Imah yakin Fendi akan menjaga semuanya dengan baik, menjaga dirinya dan bidadari  kecil mereka Aliandra prahardian.

           

2 komentar:

  1. :) mau juga' nulis dsni.. bisa? ckckk,
    nrima tema apa aja kh?

    BalasHapus